SARANG LEBAH DAN KEAJAIBAN AL‑QUR’AN (bagian 3)



3. Pengertian dan Indikasi kata Wahyu

Banyak mufassir yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wahyu pada ayat"Kami mewahyukan kepada lebah" adalah ilham, petunjuk dan pengajaran. Asy‑Syaikh Abu Ali Al‑Fadhal bin Al‑Hasan dalam tafsimya menambahkan bahwa itu dikatakan, dijadikan dalam gharizah (instink)nya yang tidak diketahui oleh yang lain. Wahyu dalam bahasa Arab mempunyai beberapa segi antara lain berarti kenabian (ramalan), ilham, isyarat petunjuk dan rahasia. Dalam pengertian kenabian adalah seperti pada firman‑Nya:
 
"... dan la mengutus Rasul. lalu la mewahyukan (membuatkan) apa yang dikendakinya dengan izin‑Nya." (QS 42:51)

"Tuhanmu mewahyukan (memberi ilham) kepada lebah…” (QS.42:51)                                                                                                                                                                                                  
Kami mewahyukan(memberi ilham) kepada ibu Musa ... “(QS 28:7).

Dalam pengertian isyarat petunjuk dalam firman‑Nya:

"Lalu la mewahyukan (memberi isyarat petunjuk) kepada mereka supaya mereka bertasbih." (QS 19:11).

Mujahid mengatakan bahwa pengertian adalah "Memberi isyarat petunjuk kepada mereka”. Adh‑Dhahak mengatakan bahwa maksudnya adalah "dituliskan (ditetapkan) untuk mereka." Dalam pengertian rahasia:

"....Mewahyukan (merahasiakan) sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa kata “(QS 6:112).

Asal kata wahyu dalam pemahaman orang Arab adalah bahwa seseorang menyampaikan sesuatu kepada temannya secara sembunyi‑sembunyi dan tertutup. Dikatakan auhalahu wa auha ilaihi "diwahyukan untuknya atau diwahyukan kepadanya” adalah dengan pengertian bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengilhamkan kepada lebah supaya mengambil rumah, tempat tinggal, sarang dan tempat kediaman di bukit‑bukit, pohon‑pohon dan lain‑lain.
Kesimpulannya wahyu dipakaikan untuk para Nabi seperti dalam firmanNya:
"Allah tidak mungkin berkomunikasi dengan manusia kecuali melalui wahyu atau di balik tabir atau mengutus seorang Rasul dengan izin‑Nya kepada slapa yang dikehandaki‑Nya" (QS 26:51).

Mari kita perhatikan kalimat auha (mewahyukan). Wahyu itu bisa berarti ilham untuk selain Nabi dan Rasul seperti dalam firman‑Nya:
"Kami mewahyukan (mengilhamkan) kepada lbu Musa…” (QS 28:7).
Barangkali juga berarti ilham kepada binatang seperti pada firman‑Nya:
"Tuhanmu mewahyukan (mengilhamkan) kepada Lebah..." (QS 16:68).

Barangkali pula wahyu itu berarti Perintah dan izin, khususnya bila kata itu, digunakan bersama benda padat, seperti Firman Allah dalam surat al‑Zalzalah ketika membicarakan tentang bumi:
"...bahwa Tuhanmu mewahyukan kepadanya."

Maksudnya mengizinkan kepadanya dan memerintahkan. Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan wahyu dalam firman Allah:
"Tuhanmu mewahyukan kepada lebah..." (QS 16:68).

Bahwa Allah SWT memberi ilham dan petunjuk.kepada kelompok lebah supaya membuat rumah yang dapat melindungi mereka beserta anak‑anak mereka di bukit‑bukit dan di pohon‑pohon dan juga di tempat‑tempat yang didiami manusia. Pengertian ilham Allah kepada lebah adalah ia menetapkan dalam dirinya dan menciptakan dalam gharizah‑nya supaya melakukan perbuatan-perbuatan menakjubkan yang telah membingungkan otak manusia ini, di mana sarang‑sarang ini dibangun di bukit‑bukit atau, pohon‑pohon atau tempat‑tempat yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal.

4. Hubungan Manusia dengan Masalah Lebah dan Masalah Aqidah
Menarik perhatian bahwa al‑khithab (pesan) di sini dengan menggunakan dhamir al‑mukhathab (kata ganti orang kedua) "kamu” (kaf) yaitu rabbuka (Tuhanmu). Ayat suci tidak menggunakan kalimat wa auhallahu ila an-nahl "Allah mewahyukan kepada lebah" atau wa auhaina ila an‑nahl  "Kami mewahyukan kepada lebah". Namun ayat suci ini berbunyi: auha rabbuka ila an-nahl "Tuhanmu mewahyukan kepada lebah" (QS 16:68).

Orang kedua. di sini adalah Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam yang mewakili kepribadian manusia yang demi ia dan kemanfaatannya Al‑Qur'an telah diturunkan. Dalam hal ini ada petunjuk besar bahwa terdapat hubungan antara manusia yang dituju pada pesan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hal‑hal yang dijanjikan kepada lebah berupa tabiat dan pekerjaan yang dilakukannya melalui ilham dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hubungan ini tidaklah langsung. Kata kaf (kamu) sebagai orang kedua menunjukkan pertalian Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam kepada Tuhannya sebagai.pemuliaan dan penghormatan. Pemuliaan itu adalah sebagai akibat yang ditimbulkan oleh Iman Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam (setelah beliau adalah umat beliau) terhadap ayat yang diwahyukan oleh Allah dalam kitab-Nya (di sini adalah ayat‑ayat surat an‑Nahl).


5. Pengertian an‑Nahl

An‑Nahl (lebah) di sini tidak lain dari makhluk yang mendapat berkat yang dimuliakan Allah, yang mendapat wahyu dan ilham‑Nya sehingga ia dapat menempuh jalan hidupnya. Dalam Lisan Al‑Arab, an‑Nahl (bentuk mufradnya/tunggalnya an‑Nahlah) adalah serangga penghasil madu

Abu Ishaq az‑Zujaj mengatakan tentang firman Allah Azza wa Jalla yang berbunyi: " Tuhanmu mewahyukan kepada lebah." Boleh jadi dinamakan nahl (lebah) karena Allah Azza wa jalla menjadikan manusia mengambil madu yang keluar dari perutnya (dengan pe­ngertian Allah memberikan kepadanya). Pendapat yang lain mengatakan bahwa kata itu berasal dari bahasa Arab. An‑Nahl dapat dipandang sebagai mudzakkar (maskulin) dan sebagai mu’annats (feminin). Ia dijadikan Allah sebagai kata mu’annats pada firman‑Nya anittakhidziy min al jibaal buyuutan  "Supaya kamu (feminin) mengambil tempat tinggal di gunung‑gunung…” Orang yang memandangnya sebagai mudzakkar karena lafaznya adalah mudzakkar (nahl) dan orang yang memandangnya sebagai mu’annats karena ia adalah kata jamak da­ri nahlah. Dalam hadits riwayat Ibnu Umar disebutkan:


"Perumpamaan orang beriman adalah seperti lebah. Bila ia makan, maka ia makan yang baik dan bila jatuh, maka ia jatuh atas yang baik."

Riwayat terkenal menyebutkan bahwa ia dibaca dengan al‑halal‑mu’jamah, yaitu sebagai kata mufrad dari nihal (agama‑agama). Dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa ia dibaca dengan al-ha'al‑muhmalah (Nahl) untuk menunjukkan madu lebah. Segi kesamaan antara keduanya adalah ketelitian dan kejelian lebah, bahayanya yang sedikit, keahlian, kegunaan, keberdikarian dan usahanya di malam hari, kebersihannya dari kotoran dan makanannya yang baik. Ia tidak makan dari usaha orang lain."Kesetiaan dan ketaatannya kepada pangerannya."

Disebutkan dalam beberapa tafsir bahwa an‑nahal (dengan ha’ berbaris di atas) dinamakan demikian karena Allah memberikan (nahalahu) madu yang keluar dari tubuhnya. An‑Nahl menurut logat penduduk Hejaz dipandang sebagai kata mu’annats dan setiap kata jamak di mana antara kata jamak dan mufradnya tidak dibatasi selain oleh al‑ha’. Disebutkan juga bahwa lebah itu ada dua jenis. Satu jenis hidup di gunung‑gunung dan hutan‑hutan yang tidak terbiasa dengan manusia dan jenis satu lagi hidup di rumah‑rumah penduduk dan sudah terbiasa dengan manusia.

Sains modern telah menjelaskan dan menegaskan semua ini. Terbukti dari pengkajian dan penelitian yang dilakukan oleh para saintis dalam bidang ini bahwa kata an‑Nahl (lebah) yang dimaksud adalah kata umum yang mencakup, banyak jenis. Kata ini dipakai untuk semua serangga yang kerjanya mengumpulkan saripati bunga (nektar) dan bibit pembuahan. Serangga ini beserta anak-anaknya mengambil makanan dari saripati ini dan tubuhnya dialiri oleh berbagai pembuluh kecil.

Madu adalah makan kesehatan dan suplemen makanan yang baik untuk tubuh


kebagian 4 >---
Previous
Next Post »

Yuk berkomentar sehat dan membangun! ConversionConversion EmoticonEmoticon